Tampang.com | Dalam dunia kebijakan publik, mencabut atau mengganti regulasi sering kali dianggap mudah. Namun, menciptakan regulasi yang solid, berkelanjutan, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat adalah tantangan besar yang membutuhkan pemikiran matang dan ketelitian.
Tantangan dalam Membentuk Regulasi yang Berkelanjutan
Membangun regulasi bukanlah sekadar menyusun pasal dan ayat, tetapi mencerminkan niat dan kemampuan negara dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi rakyat. Sebuah regulasi, terutama dalam sektor penting seperti pangan, harus mengatur dan melindungi kepentingan banyak pihak, mulai dari petani hingga konsumen. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk petani, dalam perumusan kebijakan sangat diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang bisa merugikan masyarakat.
Kisruh Regulasi Harga Gabah: Sebuah Pembelajaran
Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional (Perkabadan) Nomor 2 Tahun 2025 yang diterbitkan pada awal Januari, kemudian direvisi pada Februari melalui Keputusan Kepala Bapanas Nomor 14 Tahun 2025, memicu kegaduhan di kalangan petani dan pemangku kepentingan lainnya. Regulasi yang semula bertujuan untuk menstabilkan harga gabah ternyata memunculkan tanda tanya besar. Mengapa peraturan penting terkait kesejahteraan petani dapat dicabut begitu cepat? Apa yang kurang dalam perumusan kebijakan tersebut?
Tanggap Cepat Pemerintah: Kebijakan “Satu Harga Gabah”
Keputusan pemerintah untuk mencabut ketentuan terkait kadar air dan kadar hampa gabah yang termuat dalam Perkabadan Nomor 2/2025 patut diapresiasi. Dengan kebijakan baru yang menetapkan harga gabah sebesar Rp6.500 per kilogram tanpa memedulikan kadar air atau kadar hampa, pemerintah memberikan kepastian harga bagi petani, khususnya pada saat panen raya. Ini menjadi langkah penting dalam melindungi petani dari potensi kerugian akibat syarat teknis yang sulit dipenuhi.