Perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap China membawa dampak besar yang tidak hanya dirasakan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Apple dan Nvidia, tetapi juga oleh startup teknologi yang sedang berkembang. Kebijakan tarif resiprokal yang tinggi, yang diberlakukan Trump, semakin memperburuk ketidakpastian ekonomi global, membuat investor dan pelaku industri teknologi semakin khawatir. Fenomena ini bahkan berpotensi mengguncang dunia startup, baik di Amerika Serikat maupun di negara lainnya, seperti Indonesia.
Kebijakan Tarif Trump: Dampak Langsung pada Industri Teknologi
Salah satu kebijakan utama yang diberlakukan oleh Presiden Trump adalah tarif resiprokal terhadap China yang mencapai 145%, dengan ancaman kenaikan hingga 245%. China membalas dengan tarif 125% terhadap barang-barang dari AS. Selain itu, tarif tambahan sebesar 10% juga diberlakukan pada barang-barang dari negara lain, termasuk Indonesia. Kebijakan ini mengarah pada ketidakpastian perdagangan yang sangat tinggi, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang bergantung pada rantai pasokan global.
Dalam dunia startup teknologi, situasi ini menciptakan banyak ketidakpastian. Tom Drummond, Managing Partner di Heavybit, sebuah firma modal ventura yang berbasis di San Francisco, mengatakan kepada Wired bahwa situasi saat ini sangat membingungkan bagi para investor dan pengusaha. "Tak ada yang tahu apa yang sedang terjadi," katanya. Ketidakpastian ini tidak hanya berdampak pada perusahaan besar, tetapi juga pada startup kecil yang sedang berkembang.
Risiko bagi Startup yang Bergantung pada Perdagangan Global
Bagi banyak startup yang beroperasi di sektor teknologi, khususnya yang mengandalkan rantai pasokan internasional, dampak tarif ini dapat sangat signifikan. Startup yang berfokus pada perangkat keras (hardware) dan teknologi hijau, serta industri bioteknologi, adalah yang paling terpengaruh. Perusahaan-perusahaan ini sangat bergantung pada bahan baku dan komponen yang diperoleh dari luar negeri, terutama dari China. Jika tarif terus berlangsung, risiko penurunan margin laba dan meningkatnya biaya produksi akan semakin besar.
Drummond menjelaskan bahwa dampak tarif bisa dibagi menjadi dua tingkat. Tingkat pertama terjadi ketika startup langsung bergantung pada perdagangan internasional untuk produk atau layanannya. Dampak tingkat kedua dirasakan jika ekonomi global mengalami resesi, yang akan mengurangi daya beli konsumen. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam transaksi lintas negara, seperti perangkat keras dan teknologi hijau, saat ini menghadapi tantangan besar untuk tetap bertahan.