Tampang

Toxic Positivity: Saat Kamu Dipaksa Bahagia Padahal Lagi Hancur

26 Mei 2025 20:47 wib. 32
0 0
Toxic Positivity
Sumber foto: Pinterest

Pernah nggak sih, kamu lagi sedih banget, lagi ada masalah berat, terus teman atau orang di sekitar bilang, "Ayo dong, semangat! Positive thinking aja!" atau "Sudah, jangan sedih terus, senyum aja!" Sekilas memang terdengar mendukung, ya. Tapi, kalau itu terjadi terus-menerus dan kamu merasa seperti nggak boleh menunjukkan kesedihanmu sama sekali, bisa jadi kamu lagi berhadapan sama yang namanya toxic positivity.

Fenomena toxic positivity ini sebenarnya mirip kayak racun yang dibungkus gula-gula. Dari luar kelihatannya manis dan baik, tapi sebenarnya bisa merusak. Ini terjadi ketika kita secara berlebihan mendorong diri sendiri atau orang lain untuk mempertahankan sikap positif dalam segala situasi, bahkan saat hal itu nggak realistis atau justru menekan perasaan asli. Intinya, kita atau orang lain seolah dipaksa bahagia padahal lagi hancur.

Bayangkan, kamu baru saja mengalami kegagalan besar, mungkin di pekerjaan atau dalam hubungan. Wajar banget kalau kamu merasa kecewa, sedih, atau bahkan marah. Itu adalah emosi asli yang sehat dan perlu dirasakan. Tapi, kalau ada yang bilang, "Sudah, lupakan saja! Semua ada hikmahnya kok, tersenyum saja!" atau bahkan yang lebih parah, "Kamu nggak bersyukur ya? Masih banyak yang lebih susah," rasanya pasti langsung nyesek. Kamu jadi merasa bersalah karena sedih, padahal kesedihan itu valid.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?