Sultan Al-Neyadi bukanlah satu-satunya Muslim yang pernah menjelajahi luar angkasa. Sebelumnya, pada tahun 1985, Pangeran Sultan bin Salman Al-Saud dari Arab Saudi menjadi astronaut Muslim pertama yang terbang ke luar angkasa, dan ia melaksanakan misinya selama bulan Ramadan.
Namun, misi Al-Neyadi jauh lebih panjang dan kompleks. Dalam perjalanannya di antariksa, ia dijadwalkan melaksanakan setidaknya 19 eksperimen ilmiah, termasuk penelitian mengenai efek radiasi luar angkasa terhadap tubuh manusia, gangguan tidur, nyeri punggung, hingga studi tentang bahan dan sains material. Keterlibatannya dalam proyek ilmiah besar ini menjadikannya bukan hanya simbol spiritual, tetapi juga perwakilan kemajuan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi.
Momen keberadaan Al-Neyadi di luar angkasa tidak hanya berhenti pada peristiwa Haji. Ia juga turut merayakan Tahun Baru Hijriah dari luar angkasa. Dalam sebuah unggahan lain, ia menampilkan gambar bulan sabit pertama yang terlihat dari orbit, menandai masuknya tahun baru dalam kalender Islam.
“Bersamaan dengan datangnya Tahun Baru Hijriah, saya ingin mengingatkan bahwa setiap momen adalah senja dari awal yang baru—kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan menjelajah. Semoga tahun ini membawa berkah, kebahagiaan, dan penemuan yang berarti untuk kita semua,” tulisnya, seraya menyampaikan doa dan harapan kepada umat Islam di seluruh dunia.
Apa yang dilakukan oleh Sultan Al-Neyadi tidak hanya menyatukan unsur spiritual dan sains, tetapi juga memberikan dimensi baru dalam cara kita memaknai ibadah. Dari sudut pandang luar angkasa, ia menyampaikan pesan universal tentang keimanan, refleksi diri, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.