Baru-baru ini, Jakarta menjadi saksi dari sebuah acara kontes yang mengundang banyak perhatian, yaitu kontes mirip Nicholas Saputra. Acara ini berhasil menarik perhatian warganet dan menjadi viral di media sosial. Namun, kontes semacam itu bukanlah hal yang baru.
Kontes-kontes serupa telah diadakan di berbagai negara, di mana puluhan hingga ratusan orang tampil dengan percaya diri menampilkan kemiripan mereka dengan artis terkenal seperti Zayn Malik, Zendaya, Harry Styles, Timothée Chalamet, hingga Dev Patel.
Meskipun hadiah yang didapat oleh pemenang kontes tidak terlalu besar, antusiasme peserta tetap tinggi. Sebagai contoh, pemenang kontes mirip Nicholas Saputra di Jakarta hanya mendapatkan hadiah berupa uang tunai sebesar Rp 500 ribu.
Ditempat lain, pemenang kontes mirip Zendaya di California bahkan hanya mendapatkan sebotol sampo dan conditioner dari brand yang digunakan oleh sang artis. Di sisi lain, para peserta kontes mirip Jeremy Allen White berlomba-lomba untuk memperebutkan hadiah berupa satu pak Marlboro Reds.
Tentu saja, hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa kontes-kontes mirip artis semakin sering digelar? Menurut CNN Internasional, fenomena ini sebenarnya bukanlah hal baru.
Bahkan sebelum era media sosial, kontes semacam ini sudah sering diadakan. Dalam memoarnya, Charlie Chaplin Jr. bahkan menulis bahwa ayahnya pernah menjadi juara ketiga dalam sebuah kompetisi mirip dirinya sendiri.
Namun, menurut Ellis Cashmore, seorang sosiolog Inggris dan kritikus budaya selebritas, ada alasan lain yang mendorong menjamurnya kontes mirip artis.