Kejadian tersebut mengakibatkan ketakutan yang luar biasa bagi jamaah lainnya yang akan pergi ke masjid tersebut. Selain teror sihir, amukan Menjangan Wulung ini semakin menjadi, akibatnya atap masjid yang masih terbuat dari rumbia mengalami kebakaran hebat. Api yang melalap atap masjid tidak bisa dikendalikan, berbagai upaya dilakukan untuk menjinakan api namun selalu gagal.
Sampai akhirnya Nyi Mas Pakungwati istri Sunan Gunungjati menyarankan agar dikumandangkan adzan. Api yang berkobar belum juga padam, kemudian orang kedua kembali mengumandangkan Adzan hingga berturut-turut sampai 6 orang. Konon api baru padam setelah adzan dikumandangkan oleh 7 orang muadzin, atas perintah dari Sunan Gunung Jati berdasarkan petunjuk Ilahi.
Menjangan Wulung berhasil ditaklukkan, menurut cerita dia melarikan diri ke arah Banten dan tak pernah kembali. Disebutkan pula, Menjangan Wulung ketika kabur menghantam memolo (hiasan berbentuk simbar di puncak masjid) yang ada di puncak masjid hingga terpental jauh. Cerita lain menyebutkan bahwa memolo tersebut hancur akibat ledakan yang terjadi saat aksi Menjangan Wulung tersebut.
Namun satu hikayat yang sering dituturkan oleh pemandu wisata, bahwa memolo tersebut terpental hingga ke Masjid Agung Banten. Dan itu sebabnya Masjid Agung Banten memiliki dua memolo sedangkan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon tanpa memolo sama sekali. Namun cerita memolo yang terpental ke Banten memiliki versi bermacam macam. Versi lain menyebutkan bahwa memolo hancur karena secara tidak sengaja terkena lemparan tongkat Panebahan Ratu.