Menurutnya, kapal wisata idealnya harus dilengkapi dengan alat keselamatan yang mudah diakses dan informasi penyelamatan yang disampaikan kru kepada penumpang. Namun kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. “Kadang alat keselamatan tidak tersedia, atau meskipun ada, sulit diakses saat darurat,” tambahnya sambil mengenang pengalamannya naik kapal wisata di Danau Toba.
Pelajaran dari Standar Internasional
Janianton membandingkan dengan pengalaman menggunakan kapal wisata di Amsterdam, Belanda, di mana standar keselamatan sangat ketat dan teratur. Setiap kru diwajibkan menjelaskan prosedur evakuasi layaknya pramugari di pesawat terbang, meskipun rute yang dilalui hanyalah sungai.
“Ini harus menjadi pekerjaan bersama agar standar keselamatan kapal wisata di Indonesia bisa setara dengan transportasi lain yang menuntut keselamatan tinggi, seperti pesawat. Karena risiko kecelakaan kapal juga tidak kalah berbahaya,” tegas Janianton.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Ketidakjelasan standar ini membuat tanggung jawab menjadi kabur, dari pemerintah hingga pengelola jasa wisata dan pemilik kapal. Pemerintah Kota Bengkulu bahkan menemukan fakta bahwa kapal Tiga Putera hanya memiliki izin usaha manual dan tidak terdaftar secara resmi sebagai usaha daerah, sementara izin operasional dari Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) masih dipertanyakan.