Tampang.com | Tesla, raksasa mobil listrik global milik Elon Musk, kini sedang menghadapi masa-masa sulit di pasar Eropa, khususnya Inggris. Aksi boikot yang meluas terhadap perusahaan ini berimbas langsung pada performa penjualannya yang anjlok drastis. Bahkan yang lebih mengejutkan, Tesla kini tak hanya dikalahkan oleh rival lamanya seperti BYD, tetapi juga oleh dua merek asal Tiongkok yang sebelumnya tak dikenal luas: Jaecoo dan Omoda.
Menurut laporan dari Business Insider yang mengutip data dari lembaga perdagangan SMMT, sepanjang April 2025 Tesla hanya mampu menjual 512 unit mobil di Inggris. Angka tersebut menunjukkan penurunan signifikan dari bulan sebelumnya, yakni April 2025, ketika perusahaan masih mampu menjual 1.300 unit kendaraan. Penurunan drastis ini tak bisa dipisahkan dari sentimen negatif publik terhadap Elon Musk, khususnya karena pandangan politiknya yang kontroversial.
Masyarakat Inggris kini berbondong-bondong memilih mobil dari produsen asal Tiongkok. Contohnya, BYD, kompetitor utama Tesla, mencatat penjualan sebanyak 2.511 unit, mengalami lonjakan penjualan sebesar 650% dibandingkan tahun sebelumnya. Tapi yang lebih mencengangkan, dua pemain baru asal Tiongkok—Jaecoo dan Omoda, yang baru saja memasuki pasar Inggris tahun lalu, kini berhasil mengalahkan Tesla dalam hal volume penjualan.
Jaecoo menjual 1.053 unit, sementara Omoda mencatatkan 910 unit mobil yang terjual dalam periode yang sama. Kedua merek ini dimiliki oleh grup otomotif besar asal Tiongkok, Chery, dan menawarkan portofolio produk yang cukup variatif, mulai dari kendaraan full electric, hybrid, hingga model berbahan bakar konvensional. Strategi ini tampaknya lebih fleksibel dibandingkan Tesla yang hanya menawarkan mobil listrik murni.
Kenyataan bahwa dua merek baru yang bahkan belum terkenal berhasil menyalip Tesla di pasar yang sebelumnya dikuasainya, mencerminkan krisis serius yang sedang dialami perusahaan tersebut. Eropa, yang merupakan pasar ketiga terbesar bagi Tesla, kini menjadi batu sandungan besar. Jika dominasi Tesla di kawasan ini terus melemah, maka dampaknya akan terasa pada keseluruhan kinerja global perusahaan.