Namun, pertumbuhan Telegram tak lepas dari kontroversi. Saat melaporkan jumlah pengguna aktif yang mencapai 900 juta pada 2024, Durov mengungkapkan bahwa Telegram menghadapi tekanan dari sejumlah negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu di platform mereka.
Puncaknya terjadi pada Agustus 2024, saat Durov ditahan di Prancis atas tuduhan keterlibatan Telegram dalam penyebaran pornografi anak, obat-obatan terlarang, serta perangkat lunak peretasan. Meski begitu, Durov dibebaskan dengan jaminan 5 juta euro hanya dalam waktu kurang dari seminggu, dan Telegram segera melakukan penyesuaian besar-besaran, termasuk memperketat moderasi konten di platformnya.
Meski menghadapi banyak tantangan hukum, Durov tetap menegaskan bahwa Telegram berkomitmen menjaga netralitas, terutama dalam isu-isu geopolitik. Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022, Telegram menjadi salah satu saluran informasi terbuka tanpa penyaringan, meskipun ini menimbulkan masalah baru berupa penyebaran disinformasi.
Menurut Durov, Telegram akan terus mempertahankan prinsip kebebasan informasi dan menjamin keamanan privasi pengguna melalui sistem enkripsi end-to-end yang kuat. Ia bahkan mengungkapkan adanya upaya dari pemerintah, termasuk FBI, untuk membobol sistem keamanan Telegram. Durov mengklaim bahwa FBI pernah mencoba merekrut insinyur Telegram untuk membuka celah keamanan atau backdoor, meski pihak FBI tidak memberikan komentar resmi mengenai tuduhan ini.
Selain tekanan dari lembaga pemerintah, Durov juga menyoroti tantangan dari korporasi besar seperti Apple dan Alphabet. Ia menuduh kedua perusahaan teknologi raksasa itu memiliki kemampuan untuk menyensor konten yang dapat diakses pengguna, serta memanfaatkan data pengguna dari perangkat mereka.