Perusahaan seperti Huawei kini bergerak cepat untuk mengembangkan chip buatan sendiri. Meskipun secara teknologi masih berada satu langkah di belakang AS, Huawei tidak menutup mata atas kekurangannya. CEO Huawei, Ren Zhengfei, bahkan secara terbuka mengakui bahwa teknologi mereka memang belum sebanding dengan AS.
“Amerika terlalu membesar-besarkan kemampuan Huawei. Kami belum sehebat itu. Kami masih harus bekerja keras untuk mengejar mereka,” kata Ren dalam wawancara dengan People's Daily, media resmi pemerintah China.
Kekhawatiran Huang: Dunia Bisa Berpaling ke Teknologi China
Huang tidak hanya menyuarakan keresahan soal dampak teknologi, tapi juga mengangkat masalah dampak geopolitik yang lebih luas. Ia menyebut bahwa membatasi ekspor chip AI akan mengisolasi para peneliti AI dari China, yang jumlahnya sangat besar. Padahal, talenta-talenta ini memegang peran vital dalam perkembangan teknologi global.
“Jika kita ingin teknologi Amerika tetap unggul secara global, maka menyingkirkan 50% peneliti AI dunia bukanlah langkah cerdas,” tegas Huang.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya berpikir jangka panjang dalam merancang kebijakan. Langkah cepat hari ini bisa menyebabkan konsekuensi serius di masa depan, terutama jika China berhasil membangun ekosistem teknologi mandiri dan mengungguli AS.
AS Serius Batasi Akses: Dari Chip hingga Visa Mahasiswa
Bulan lalu, Gedung Putih kembali memperketat langkahnya terhadap China. Pemerintah AS menyatakan akan mencabut visa mahasiswa asal China, terutama mereka yang mengambil jurusan strategis seperti teknik, AI, dan sains data. Langkah ini menjadi bagian dari strategi luas AS untuk mencegah transfer teknologi strategis ke China.
Tak hanya itu, AS juga mengimbau negara-negara sekutunya untuk tidak menggunakan chip buatan Huawei dan perusahaan teknologi China lainnya. Beijing menuduh langkah ini sebagai bentuk sabotase diplomatik dan merusak perundingan dagang yang sedang berlangsung.