Tampang.com | Dalam era modern ini, teknologi Global Positioning System (GPS) telah menjadi salah satu inovasi yang sangat membantu dalam navigasi, baik untuk perjalanan darat maupun udara. Fitur GPS tidak hanya memberikan petunjuk arah bagi pengguna saat berkendara, tetapi juga memainkan peran penting dalam memastikan keselamatan penerbangan dengan membantu pilot melacak posisi pesawat secara akurat.
Namun, seiring berjalannya waktu, muncul isu serius terkait garapan ini, yaitu fenomena spoofing. Sejak tahun 2023, terjadi peningkatan laporan gangguan GPS yang disebut sebagai spoofing, yang mana dapat mengubah atau mengacaukan sinyal GPS, sehingga berpotensi menimbulkan masalah besar, termasuk risiko kecelakaan pesawat.
Pamor GPS yang sudah menjadi tulang punggung sistem navigasi membuat masalah ini semakin mengkhawatirkan. Dengan adanya spoofing, pesawat bisa saja menyimpang dari jalur yang seharusnya diperuntukkan baginya. Beberapa laporan mengungkapkan bahwa pilot bisa jadi tidak menyadari bahwa mereka telah kecewa dari rute yang benar, yang tentu berisiko menambah kemungkinan terjadi kecelakaan. Hal ini memicu alarm tentang ketergantungan yang berlebihan kepada satu sistem navigasi yang sangat vital ini.
Dalam situasi yang semakin mengkhawatirkan ini, Komisi Komunikasi Federal (FCC) Amerika Serikat merespons dengan merencanakan pemungutan suara untuk mencari alternatif bagi sistem GPS yang selama ini diandalkan. Ketua FCC, Brendan Carr, dalam beberapa kesempatan menegaskan pentingnya pengembangan teknologi baru yang mampu menggantikan atau melengkapi sistem GPS yang ada.
Pernyataan Carr mencerminkan kekhawatiran yang melingkupi ketergantungan pada sistem tunggal yang dapat membuat bangsa rentan terhadap ancaman, baik di bidang ekonomi maupun keamanan nasional. Menurut Carr, gangguan pada GPS tidak hanya bisa menimbulkan kerugian besar dalam bidang ekonomi, tetapi juga dapat menciptakan risiko signifikan terhadap keamanan nasional.