Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) di industri perbankan telah menjadi daya tarik yang kuat dalam meningkatkan profitabilitas. Beberapa model bisnis menunjukkan potensi keuntungan global hingga US$170 miliar (sekitar Rp2.652 triliun) dalam beberapa tahun ke depan. Meskipun demikian, peran manusia dalam industri ini terancam oleh adopsi teknologi AI, yang berdampak pada terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Perusahaan-perusahaan bank mulai mengurangi jumlah karyawan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, yang dapat menyebabkan dampak yang signifikan dalam industri perbankan.
Menurut laporan bulan Juni dari Citi Global Perspectives and Solutions (Citi GPS), sektor perbankan merupakan yang paling rentan terhadap penggantian pekerja manusia oleh teknologi AI, dengan persentase mencapai 54%. Industri asuransi dan energi juga turut terpengaruh, tetapi tidak sebesar industri perbankan. Prediksi ini semakin nyata dengan langkah bank-bank Eropa yang telah mulai melakukan pemangkasan jumlah staf dengan memanfaatkan perangkat AI.
Contohnya, BPER Banca SpA, bank asal Italia, baru-baru ini mengumumkan rencana pemangkasan 2.000 karyawan di masa mendatang. Mereka menjelaskan bahwa dengan mengoptimalkan dan mengotomatisasi proses menggunakan AI atau Generatif AI, mereka dapat mengurangi jumlah karyawan hingga 10% hingga tahun 2027, menjadi sekitar 18.500 orang. Namun, BPER juga berencana merekrut 1.100 karyawan baru dalam bidang IT dan area strategis lainnya, untuk mengimbangi rencana PHK sekitar 3.100 karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi pemangkasan karyawan, bank juga tetap membutuhkan tenaga kerja baru dalam bidang teknologi.