Isu kuota internet prabayar yang hangus dan ditaksir mencapai nilai fantastis sebesar Rp 63 triliun memicu kehebohan di masyarakat dan memunculkan berbagai tanggapan, termasuk dari kalangan parlemen. Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) akhirnya angkat bicara untuk memberikan klarifikasi dan menjelaskan duduk perkara dari sisi regulasi serta praktik industri telekomunikasi yang berlaku.
Dalam pernyataan resmi yang diterima CNBC Indonesia pada Jumat, 13 Juni 2025, Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menyampaikan bahwa sistem masa aktif dan penggunaan kuota data internet telah dirancang sesuai dengan regulasi nasional yang berlaku, termasuk aturan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Kuota Internet Hangus Sesuai Regulasi yang Berlaku
Marwan menjelaskan bahwa ketentuan terkait kuota dan masa aktif layanan prabayar sudah sesuai dengan Pasal 74 Ayat 2 dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan dan tidak bersifat permanen.
Ia juga menambahkan, kebijakan masa aktif ini telah sejalan dengan aturan dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, yang menyatakan bahwa pulsa bukanlah alat pembayaran sah maupun uang elektronik, sehingga tidak masuk dalam kategori instrumen keuangan yang dilindungi untuk dikembalikan.
“Pulsa atau kuota data termasuk barang konsumsi yang telah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan oleh karena itu perlakuannya tidak berbeda dengan produk konsumsi lainnya seperti makanan atau tiket hiburan,” ujar Marwan.
Masa Aktif: Praktik Umum di Industri Telekomunikasi Global
Menurut ATSI, pemberlakuan masa aktif dalam paket data internet merupakan hal lumrah dalam dunia telekomunikasi. Berbeda dari layanan utilitas seperti listrik atau saldo tol yang berbasis volume pemakaian, paket data bergantung pada lisensi spektrum frekuensi yang diberikan oleh pemerintah dan hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu.