Sineas terkemuka Nia Dinata mempertanyakan dampak dari draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sedang menuai kontroversi di Indonesia. Menurut Nia, draf RUU Penyiaran dapat menjadi ancaman serius bagi pelaku industri film karena Pasal 34F Ayat (2) mengamanatkan penyelenggara platform digital penyiaran untuk melakukan verifikasi konten siaran ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar isi siaran. Hal ini dianggap dapat menghambat kebebasan berekspresi dari sebuah film di ruang digital.
"Saya merasa ini sebagai ancaman bagi saya," ujar Nia dalam sebuah diskusi daring akhir pekan lalu.
Nia menjelaskan bahwa karyanya, yang mayoritas mengangkat isu-isu gender, seringkali dipublikasikan melalui layanan media over the top (OTT) atau platform streaming. Melalui layanan media OTT tersebut, Nia bisa mengekspresikan kebebasan berekspresi melalui karya filmnya.
"Bagi saya, itu sangat membebaskan. Ini bukan hanya bagi saya, namun juga bagi semua sineas Indonesia," tambahnya.
Namun, Pasal 34F Ayat (2) dalam draf RUU Penyiaran menjadi masalah baru bagi para sineas di Indonesia. Kewenangan verifikasi seperti yang diamanatkan dalam pasal tersebut berpotensi membatasi kebebasan berekspresi.