Keunggulan ini membuka peluang besar bagi negara berkembang atau lembaga yang memiliki keterbatasan sumber daya untuk tetap memiliki sistem prakiraan cuaca yang canggih dan presisi.
Persaingan AI dalam Dunia Meteorologi Semakin Panas
Aurora bukan satu-satunya model AI yang bersaing di sektor ini. Sebelumnya, perusahaan asal Tiongkok, Huawei, telah meluncurkan model cuaca berbasis AI bernama Pangu-Weather pada tahun 2023. Sementara itu, pada akhir tahun lalu, Google mengumumkan bahwa model GenCast miliknya berhasil mengalahkan European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dalam hal akurasi prakiraan cuaca ekstrem.
Khusus untuk Aurora, Microsoft melaporkan bahwa model ini lebih unggul dibandingkan ECMWF dalam 92% prediksi prakiraan cuaca 10 hari ke depan. Perlu diketahui, ECMWF selama ini dianggap sebagai standar emas dalam prakiraan cuaca global, karena memberikan data untuk 35 negara di Eropa.
Transformasi Besar dalam Ilmu Cuaca
Paris Perdikaris menyebutkan bahwa penemuan seperti Aurora akan membawa kita memasuki fase baru dalam transformasi ilmu cuaca. Dalam sebuah video yang dirilis oleh Nature, ia menyatakan keyakinannya bahwa dalam waktu 5–10 tahun ke depan, dunia akan memiliki sistem yang mampu memproses data observasi satelit secara langsung untuk menghasilkan prakiraan resolusi tinggi yang lebih cepat dan akurat di seluruh dunia.
Jika prediksi ini benar, maka kita berada di ambang revolusi ilmiah besar yang dapat mengubah cara kita merespons perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan peristiwa bencana dengan kesiapan yang lebih baik.
Respon Global: Lembaga Cuaca Mulai Bergerak
Kinerja Aurora dan model AI lainnya telah memicu perhatian luas dari berbagai badan meteorologi di seluruh dunia. Beberapa lembaga kini dikabarkan mulai mengembangkan versi AI prakiraan cuaca mereka sendiri, menyadari bahwa era prakiraan berbasis AI bukan lagi sekadar wacana, melainkan kenyataan yang harus segera diadopsi.