3. Xiao (Bakti Anak): Xiao menekankan pentingnya bakti dan hormat anak kepada orang tua dan leluhur. Ini merupakan fondasi dari hubungan keluarga yang harmonis dan stabil.
4. Yi (Keadilan): Yi berkaitan dengan melakukan hal yang benar dan adil, meskipun tidak ada keuntungan pribadi yang didapat. Ini mencakup kejujuran dan integritas dalam semua tindakan.
5. Zhi (Kebijaksanaan): Zhi adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan berdasarkan pengetahuan yang mendalam. Ini melibatkan pemahaman tentang prinsip-prinsip moral dan etika serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan Sejarah
Setelah kematian Kongzi pada tahun 479 SM, ajarannya mulai dikenal luas dan diadopsi oleh berbagai dinasti di Tiongkok. Pada awalnya, Konghucuisme berfungsi sebagai filsafat etika dan politik, tetapi seiring waktu, ia mulai memperoleh status sebagai agama terpisah.
Pada Dinasti Han (206 SM - 220 M), Konghucuisme secara resmi diakui sebagai doktrin negara dan diterima sebagai dasar moral dan etika pemerintahan. Dinasti Han mempromosikan studi dan penerapan ajaran Kongzi melalui kurikulum pendidikan dan sistem ujian pejabat.
Selama periode Dinasti Tang (618-907 M) dan Dinasti Song (960-1279 M), Konghucuisme berkembang lebih lanjut dengan adanya penekanan pada teori dan komentar klasik Kongzi oleh para sarjana, seperti Zhu Xi dan Wang Yangming. Selama periode ini, Konghucuisme mengalami sintesis dengan aliran-aliran lain, seperti Buddhisme dan Taoisme.
Namun, pada akhir Dinasti Qing (1644-1912 M) dan awal abad ke-20, Konghucuisme menghadapi tantangan besar akibat pengaruh Barat dan reformasi sosial. Pada masa ini, Konghucuisme dipandang sebagai bagian dari warisan budaya tradisional Tiongkok, dan tidak lagi menjadi kekuatan politik utama.