Beberapa waktu lalu, aku mengunjungi seorang teman di kawasan salah satu terminal di Kota Bandung. Awalnya, tujuan aku ke sana untuk menjalankan salah satu tugas yang diberikan oleh yayasan di mana aku bekerja. Aku diminta untuk survei ke beberapa tempat tentang minat membaca anak. Nah, ketika survei, aku dibantu dengan temanku melakukan kegiatan story telling di kawasan terminal tersebut. Saat itu ada 25 anak yang menjadi audience kami. Ternyata mereka memiliki kelompok usia yang beragam, mulai dari anak TK hingga anak kelas 3 SMP. Awalnya aku sempat ragu dengan beragamnya kelompok umur ini, tapi alhamdulillah beragamnya kelompok ini justru menciptakan adanya saling berbagi informasi antar mereka.
Di awal kegiatan, aku sempat grogi dan ragu, akankan mereka mendengarkanku? Mengingat ini adalah pertemuan pertamaku dengan mereka. Akankah mereka aktif? Dll. Berbagai kekhawatiran mengisi pikiranku saat itu. Ah, segera kusingkirkan kekhawatiran-kekhawatiran itu dan mulai bertindak! Alias memulai misiku, melihat minat baca mereka melalui kegiatan mendongeng ini. Tak berlama-lama aku pun berkenalan dahulu dengan mereka. Karena yang kurasa, ketika aku mendengar dongeng dari orang yang belum kukenal sebelumnya, seperti terasa tanpa kesan. Dan aku tak ingin kegiatan ini, berujung seperti itu. Akhirnya aku pun memperkenalkan diri dan juga meminta mereka untuk menyebutkan nama mereka. Ok, bagian perkenalan diri sudah, selanjutnya adalah bagian perkenalan buku. Mengapa buku harus dikenalkan juga? Intinya tak kenal maka tak sayang. Perkenalan buku, hanyalah memperlihatkan gambar depan dan menanyakan kepada anak, dapatkah mereka menebak isi buku dari gambarnya, menunjuk juga nama penulis, dan ilustratornya. Untuk data dua terakhir, aku meminta anak yang duduk di paling depan yang membacakannya. Nah, ketika anak mulai penasaran dengan isi bukunya... Itulah saat story telling dimulai.