Ketentuan penentuan tanggal 1 Zulhijah dan Idul Adha ini sangatlah penting, karena menentukan waktu pelaksanaan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban yang akan dilakukan oleh jutaan umat Muslim di seluruh dunia. Oleh karenanya, penetapan tanggal ini merupakan hasil kajian yang matang dan dilakukan dengan berbagai pertimbangan, baik keagamaan maupun astronomi.
Perbedaan penetapan tanggal 1 Zulhijah ini juga seringkali mengemuka di berbagai negara, terutama dalam konteks ibadah haji. Negara-negara dengan jumlah umat Muslim yang signifikan akan berupaya untuk memastikan kepatuhan terhadap penetapan resmi tanggal 1 Zulhijah dari pemerintah negara asal. Hal ini juga mempengaruhi persiapan dan prosedur dalam pelaksanaan ibadah haji, termasuk dalam penjadwalan keberangkatan serta lokasi pelaksanaan ibadah.
Penetapan awal bulan Zulhijah ini juga memengaruhi kalender ibadah bagi umat Muslim yang melaksanakan puasa sunnah atau ibadah-ibadah lain yang berkaitan dengan bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu, pengumuman resmi penetapan tanggal tersebut baik di level nasional maupun internasional sangat mempengaruhi kegiatan keagamaan umat Muslim.
Pada umumnya, penetapan awal bulan Zulhijah ini dilakukan dengan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan hilal). Dalam metode hisab, penetapan awal bulan dibuat berdasarkan perhitungan astronomi tentang posisi bulan. Sedangkan dalam metode rukyat, penetapan bulan didasarkan pada pengamatan hilal, yaitu penampakan bulan yang menentukan awal bulan.
Di Indonesia, proses penentuan awal bulan dan perayaan Idul Adha dilakukan melalui Sidang Isbat yang melibatkan berbagai pihak seperti ulama, astronom, dan pemerintah. Sidang Isbat ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama dalam penetapan awal bulan Dzulhijjah melalui perhitungan ilmiah yang akurat.