Bagi sebagian Muslim, menunaikan sholat lima waktu adalah rutinitas yang tak terpisahkan dari hari-hari mereka. Gerakan demi gerakan dilakukan, bacaan dilafalkan, namun seringkali muncul pertanyaan yang mengganjal: mengapa setelah semua itu, hati masih terasa kering, gelisah, atau jauh dari ketenangan spiritual yang dijanjikan? Fenomena "sholat 5 waktu tapi hati masih kosong" bukanlah hal baru, melainkan refleksi dari tantangan mendalam dalam menghayati ibadah. Ini bukan tentang kuantitas, melainkan kualitas kehadiran jiwa dalam sholat.
Kurangnya Khusyuk dan Kekosongan Makna
Penyebab utama dari kekosongan hati setelah sholat seringkali berakar pada kurangnya khusyuk. Khusyuk adalah inti dari sholat yang bermakna, yaitu kehadiran hati, pikiran, dan jiwa sepenuhnya di hadapan Allah SWT. Saat sholat dilakukan hanya sebagai serangkaian gerakan dan bacaan tanpa pemahaman atau penghayatan, ia menjadi rutinitas tanpa ruh.
Banyak dari kita terburu-buru dalam sholat, pikiran melayang ke pekerjaan, masalah pribadi, atau rencana selanjutnya. Kata-kata yang diucapkan tidak direnungkan maknanya, gerakan dilakukan secara otomatis. Akibatnya, sholat kehilangan esensinya sebagai dialog intim dengan Pencipta, dan menjadi sekadar kewajiban yang digugurkan. Kekosongan itu muncul karena kita tidak benar-benar "bertemu" dengan-Nya dalam ibadah tersebut.
Tujuan Sholat yang Tergeser
Sholat bukan hanya ritual, melainkan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar: mengingat Allah (dzikrullah), mendekatkan diri kepada-Nya, memohon petunjuk, dan menemukan ketenangan batin. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an (QS. Thaha: 14), "Dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku." Jika tujuan ini tergeser oleh sekadar menggugurkan kewajiban atau mencari label sebagai orang yang rajin sholat, maka esensi spiritualnya akan hilang.