Pentingnya etika interaksi Islami dalam menjaga lingkungan juga dapat dilihat dari perintah untuk tidak merusak tanaman saat berperang, sebagaimana dicontohkan dalam sejarah Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam situasi yang paling genting sekalipun, etika alam harus tetap dijunjung tinggi. Dalam hal ini, manusia tidak hanya bertanggung jawab untuk diri sendiri, tetapi juga terhadap makhluk Allah lainnya.
Di sisi lain, konsep khilafah dalam Islam menjelaskan bahwa manusia adalah pemimpin di muka bumi ini. Tanggung jawab sebagai pemimpin bukan hanya untuk mengelola sumber daya alam, tetapi juga untuk melindungi dan melestarikannya. Setiap tindakan yang merusak lingkungan bisa dianggap sebagai pengkhianatan terhadap amanah ini. Oleh karena itu, etika interaksi Islami mendorong kita untuk mengembangkan kebijakan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, baik dalam skala individu maupun kolektif.
Manusia juga diajarkan untuk bersikap ramah terhadap hewan dan makhluk hidup lainnya. Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya memperlakukan hewan dengan baik dan tidak menyakiti mereka. Oleh karena itu, etika terhadap hewan juga merupakan bagian dari etika alam yang lebih luas. Kesadaran akan hal ini dapat membantu dalam mengurangi praktik-praktik yang merugikan makhluk Allah, seperti perburuan liar dan eksploitasi sumber daya dengan cara yang tidak manusiawi.