Kiamat ekologi adalah istilah yang semakin sering dibicarakan dalam konteks pemanasan global, penipisan sumber daya alam, dan kerusakan lingkungan yang mengkhawatirkan. Dalam perspektif keagamaan, khususnya dalam tradisi Islam, fenomena ini dapat dihubungkan dengan ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menyoroti pentingnya menjaga lingkungan. Tafsir ekologi menjadi metode penting untuk menggali makna mendalam dari pesan-pesan ini, yang memberikan panduan bagi umat Muslim untuk memahami tanggung jawab mereka terhadap bumi.
Al-Qur'an secara eksplisit mengajak umat manusia untuk mengelola dan memelihara lingkungan. Dalam Surah Al-An'am ayat 141, Allah mengingatkan umat-Nya bahwa mereka tidak boleh merusak bumi dan segala isinya. "Dan Dialah yang menciptakan kebun-kebun yang berpangkal dan tidak berpangkal, dan pohon-pohon kurma, dan tanaman yang beraneka ragam buahnya, baik yang serupa maupun yang berlainan." Ayat ini menekankan bahwa Allah menciptakan alam semesta dengan keanekaragaman, dan manusia memiliki kewajiban untuk menjaganya. Fenomena kiamat ekologi menjadi peringatan akan konsekuensi dari tindakan-tindakan yang merusak lingkungan, yang dapat mengarah pada kehancuran ekosistem.
Tafsir ekologi membuka wawasan baru dalam memahami ajaran Al-Qur'an terkait lingkungan. Konsep ini menekankan bahwa segala sesuatu di alam ini saling berhubungan dan memiliki tujuan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 164, Al-Qur'an menegaskan betapa pentingnya memahami tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal." Pesan ini mengingatkan kita untuk mengamati dan merenungkan keajaiban alam serta menjaga keseimbangan agar kiamat ekologi tidak terjadi.