UU Cipta Kerja, yang resmi disahkan pada tahun 2020, telah menjadi salah satu topik kontroversial dalam diskursus publik di Indonesia. Dikenal sebagai omnibus law, UU ini dirancang dengan tujuan untuk mempermudah investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, di balik ambisi tersebut, banyak pihak berpendapat bahwa kebijakan ini justru menguntungkan kepentingan elite dan menciptakan jalan bagi oligarki.
Salah satu alasan utama diadopsinya UU Cipta Kerja adalah untuk menarik minat investor. Dalam dunia yang semakin kompetitif, pemerintah berusaha menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing Indonesia dengan menyederhanakan regulasi yang dianggap menghambat investasi. Dengan penghapusan berbagai izin dan persyaratan yang rumit, diharapkan proses investasi dapat lebih cepat dan efisien, sehingga memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang lebih robust.
Namun, pertanyaan muncul: apakah UU Cipta Kerja benar-benar berpihak pada masyarakat luas atau hanya menguntungkan kelompok tertentu? Banyak kritik mengemuka yang menyoroti bahwa kebijakan ini lebih condong untuk melayani kepentingan elite yang memiliki akses dan koneksi terhadap pengambil keputusan. Dalam praktiknya, tidak jarang terdapat kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan memfasilitasi dominasi perusahaan-perusahaan besar, terutama yang dimiliki oleh oligarki, yang justru bisa merugikan usaha kecil dan menengah.