Pernyataan Trump memicu kemarahan di kalangan banyak negara Arab yang sudah lama mendukung hak-hak Palestina. Mereka merasa bahwa tawaran ini justru akan lebih memperparah situasi di wilayah yang sudah dilanda konflik berkepanjangan tersebut. Menurut para pemimpin Arab, rencana untuk memindahkan warga Palestina ke tempat lain adalah langkah yang tidak dapat diterima dan berpotensi menjadi pembersihan etnis. Dalam pandangan mereka, setiap perubahan harus dilakukan dengan memperhitungkan suara rakyat dan hak-hak mereka sebagai pemilik sah dari tanah tersebut.
Menteri Luar Negeri PBB juga memberikan penilaian kritis mengenai ide Trump untuk mengambil alih Gaza. Mereka menyatakan bahwa langkah tersebut tidak akan menciptakan perdamaian di kawasan itu. Sebaliknya, justru akan mengundang lebih banyak konflik dan kekacauan. Banyak analis juga mencatat bahwa hal ini menunjukkan bagaimana politik internasional sering kali dikendalikan oleh kepentingan kekuasaan, dan bukan oleh keinginan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat.
Trump sendiri tidak serta merta mundur dari rencananya setelah mendapat kecaman. Dalam berbagai kesempatan, ia berusaha meyakinkan publik bahwa gagasannya adalah langkah progresif menuju perdamaian. Ia berpendapat bahwa dengan menjadikan Gaza sebagai zona kebebasan, akan ada investasi besar-besaran yang dapat membawa kemakmuran bagi semua entitas yang terlibat. Namun, hal ini tidak menjawab pertanyaan mendasar tentang hak-hak warga Palestina atas tanah dan pengakuan kedaulatan mereka.