Tragedi 9/11 adalah salah satu peristiwa paling memilukan dalam sejarah modern yang membawa dampak besar tidak hanya bagi Amerika, tetapi juga untuk dunia. Pada tanggal 11 September 2001, teroris yang terkait dengan kelompok Al-Qaeda membajak empat pesawat komersial dan menyerang Menara Kembar World Trade Center di New York serta Pentagon di Washington, D.C. Serangan ini menewaskan hampir 3.000 orang dan mengguncang bangsa Amerika hingga ke inti. Sejak saat itu, istilah terorisme menjadi bagian dari narasi politik global dan membentuk dinamika hubungan internasional.
Setelah serangan tersebut, Amerika menerapkan kebijakan luar negeri yang lebih agresif, dengan fokus pada pencarian dan penghancuran kelompok teroris. Operasi militer di Afghanistan dimulai sebagai balasan terhadap serangan 9/11, dengan tujuan utama menjatuhkan rezim Taliban yang memberikan perlindungan kepada Al-Qaeda. Peristiwa ini secara signifikan mengubah wajah politik di banyak negara dan memicu gelombang ketakutan global terhadap terorisme. Negara-negara di seluruh dunia mulai menjalankan strategi keamanan yang lebih ketat, menciptakan suasana ketidakpastian dan kecemasan kolektif.
Politik ketakutan ini tidak hanya berfokus pada aspek militer, tetapi juga meresap ke dalam kebijakan domestik Amerika. Undang-Undang Patriot yang disetujui segera setelah serangan memberikan pemerintah kekuasaan yang lebih besar untuk memantau dan menangkap individu yang dicurigai terlibat dalam aktivitas teroris. Hal ini menyebabkan pertanyaan serius mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan privasi. National Security Agency (NSA) mulai melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap komunikasi elektronik, menandai era baru di mana privasi individu sering kali dikorbankan demi keamanan publik.