Mesir, yang berbatasan langsung dengan Gaza, menyatakan bahwa rencana tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan tidak sesuai dengan hukum internasional. Begitu pula dengan Yordania, yang juga merupakan tempat tinggal bagi sejumlah besar pengungsi Palestina, menegaskan bahwa warga Palestina memiliki hak untuk tinggal di tanah mereka dan menentukan nasib mereka sendiri. Liga Arab dan OKI menekankan bahwa solusi yang benar untuk konflik Palestina-Israel harus mencakup pengakuan terhadap hak-hak Palestina, termasuk hak untuk kembali ke tanah mereka, bukan dengan cara-cara yang menghapuskan identitas dan keberadaan mereka.
Penolakan terhadap usulan Trump ini menggambarkan kompleksitas dan ketegangan yang ada dalam upaya mencari solusi perdamaian yang adil di Timur Tengah. Sejak pendirian negara Israel pada 1948, konflik antara Israel dan Palestina telah menjadi salah satu masalah paling sulit di dunia internasional. Selama bertahun-tahun, berbagai upaya perdamaian telah dilakukan, namun hingga saat ini, konflik ini belum menemukan titik terang yang dapat diterima oleh semua pihak.
Sementara itu, respons PBB dan negara-negara Arab menunjukkan bahwa mereka menempatkan hak-hak Palestina dan kedaulatan tanah mereka sebagai prioritas utama dalam setiap perundingan. Usulan pemindahan paksa warga Palestina ke luar Gaza dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan sebuah langkah mundur dalam upaya mencapai perdamaian yang berkelanjutan.