Selain itu, MK juga menyatakan bahwa norma Pasal 222 UU Pemilu yang membatasi partai politik dan gabungan partai politik untuk membentuk koalisi dan mengajukan calon presiden dan wakil presiden hanya boleh dilakukan setelah pemilihan umum legislatif bertentangan dengan UUD 1945. MK menilai bahwa Pasal 222 tersebut juga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, partai politik dapat membentuk koalisi dan mengajukan calon presiden dan wakil presiden kapan saja.
Langkah MK ini dapat dianggap sebagai penguatan terhadap demokrasi di Indonesia. Dengan dihapusnya presidential threshold sebesar 20 persen, diharapkan akan lebih banyak variasi dan representasi di dalam pesta demokrasi nasional. Partai politik kecil atau baru dapat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperjuangkan ideologi dan visi mereka di tingkat nasional.
Meskipun hal ini dapat dianggap sebagai sebuah kemajuan dalam sistem demokrasi di Indonesia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini juga berpotensi membuka celah bagi kehadiran calon-calon yang kurang berkualitas. Oleh karena itu, peran masyarakat untuk melakukan pemilihan yang cerdas dan bertanggung jawab menjadi semakin penting.