Menurut Mochammad Afifuddin, prinsip praduga tak bersalah menjadi dasar dalam pemilihan umum dan pelantikan pejabat publik. Praduga tak bersalah menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dianggap bersalah sebelum ada keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya. Oleh karena itu, seseorang yang masih berstatus tersangka tetap dianggap tidak bersalah hingga adanya keputusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya.
Meskipun demikian, hal ini dinilai kontroversial oleh sebagian pihak. Ada yang berpendapat bahwa seorang kandidat yang tengah berstatus tersangka dalam kasus korupsi seharusnya tidak diizinkan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Hal ini dikarenakan adanya dugaan bahwa orang tersebut tidak memiliki integritas yang baik dan memiliki potensi untuk melakukan tindakan korupsi jika terpilih nantinya. Namun, di sisi lain, pendukung argumen Mochammad Afifuddin berpendapat bahwa prinsip praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi dan bahwa setiap orang berhak untuk ikut serta dalam proses pemilihan umum tanpa adanya diskriminasi berdasarkan status hukumnya.
Pada akhirnya, keputusan untuk melantik atau tidak melantik seorang pejabat yang tengah berstatus tersangka dalam kasus korupsi tetap menjadi kewenangan dari lembaga yang berwenang, yang dalam hal ini adalah KPU dan lembaga pelaksana pemilihan umum lainnya. Keputusan tersebut akan didasarkan pada aturan yang berlaku dan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam mengenai kepatutan dan integritas calon pejabat tersebut.