Sewaktu Ahok membabi buta menyerang BPK, banyak pendukungnya yang lebih membabi buta lagi. BPK pun menjadi sasaran bully para ahoker di berbagai jejering media sosial. Di mata para ahoker, BPK menjadi lembaga terngaco di dunia.
Salah satu front tersengit antara Ahok dan BPK adalah perbedaan soal lahan RSSW. Ahok keukeuh mengatakan jika lahan RSSW berada di Jalan Kyai Tapa. Kengototan Ahok ini berdasarkan pada alamat yang tertera pada sertifikat dan PBB.
Sementara, BPK melihat posisi lahan RSSW yang dibeli Pemprov DKI tidak bersinggungan dengan Jalan Kyai Tapa. Karena secara lokasi fisik tidak berada di Jalan Kyai Tapa, tetapi Jalan Tomang, NJOP pun seharusnya mengikuti NJOP Jalan Tomang.
Lahan RSSW awalnya satu bagian utuh. Kemudian, pada November 1970 lahan tersebut dibagi dua bidang. Satu bidang bersinggungan dengan Jalan Kyai Tapa. Satu lagi berhadapan dengan Jalan Tomang, dan tidak memiliki akses ke Jalan Kyai Tapa.
Lahan pertama memiliki luas 33.478 meter persegi. Lahan ini bersertifikat hak milik atas nama Sin Ming Hui. Lahan milik Sin Ming Hui inilah yang bersisihan langsung dengan Jalan Kyai Tapa.
Sedangkan lahan kedua seluas 36.410 meter persegi. Lahan kedua ini bersertifikat HGB atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Berbeda dengan lahan pertama, lahan kedua ini tidak bersenggolan dengan Jalan Kyai Tapa. Dan, lahan kedua inilah yang dibeli oleh Pemprov DKI (tepatnya mengambil alih hak gunanya).
Lantas, mana yang harus dijadikan patokan saat pembelian lahan. Berdasarkan alamat lahan atau berdasarkan pada posisi fisik lahan? Di sinilah perbedaan pandangan antara Ahok dengan BPK.
Untuk memutuskan dan menetapkan siapa yang benar di antara keduanya, menggunakan PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
Pada Bagian Kedua, Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, Pasal 5 disebutkan “(c). letak tanah”. “Letak tanah” yang dimaksud pada pasal ini pastinya lokasi fisik tanah, bukan alamat tanah.
Jadi, dari pasal tersebut sudah jelas jika pengadaan tanah bukan berdasarkan pada alamat, akan tetapi pada letak tanah atau posisi fisik tanah.