Perang Sipil Nigeria, yang berlangsung antara tahun 1967 hingga 1970, adalah salah satu konflik paling berdarah dalam sejarah Afrika. Perang ini, yang juga dikenal sebagai Perang Biafra, bermula akibat ketegangan etnis, politik, dan ekonomi yang berkepanjangan di Nigeria. Wilayah timur negara ini, yang dikenal sebagai Biafra, akhirnya mendeklarasikan kemerdekannya pada 30 Mei 1967 di bawah kepemimpinan Jenderal Odumegwu Ojukwu. Keputusan ini memicu reaksi keras dari pemerintah Nigeria, yang berusaha untuk mencegah pemisahan dan merestorasi kekuasaan atas wilayah tersebut.
Konflik ini memiliki akar yang dalam, dipicu oleh ketidakpuasan terhadap pemerintahan dan ketidakadilan terhadap kelompok etnis tertentu, terutama etnis Igbo yang mendominasi Biafra. Pasca kemerdekaan Nigeria dari Inggris pada tahun 1960, konflik antaretnis semakin intensif. Terjadi ketegangan yang mendorong terjadinya pembantaian etnis yang dikenal sebagai Pembantaian Aguleri dan Umuleri. Situasi ini semakin diperburuk oleh ketidakadilan dalam distribusi kekayaan minyak dan sumber daya lainnya di antara berbagai wilayah Nigeria.
Ketika Biafra mendeklarasikan kemerdekaannya, pemerintah Nigeria segera mengerahkan pasukan untuk merebut kembali kontrol. Perang berdarah pun dimulai, dan selama tiga tahun ke depan, Nigeria melancarkan serangan militer besar-besaran untuk mengalahkan Biafra. Meskipun pasukan Biafra berjuang keras untuk mempertahankan daerah mereka, mereka terpaksa menghadapi ketidakmerataan dalam peralatan dan sumber daya. Salah satu dampak paling mengerikan dari perang ini adalah kelaparan yang melanda wilayah Biafra. Dengan blokade yang diberlakukan oleh pemerintah Nigeria, makanan dan bantuan kemanusiaan tidak dapat masuk ke wilayah tersebut. Pada puncak krisis, diperkirakan lebih dari satu juta orang, sebagian besar anak-anak, meninggal akibat kelaparan.