Politik etis atau politik balas budi dimulai pada tahun 1901, yang seolah membuka akses pendidikan bagi rakyat pribumi. Padahal, maksud politik yang sebenarnya adalah agar kolonialisme tetap bertahan, dengan diperkuat oleh tenaga cakap pribumi yang dibayar dengan murah". Begitu penggalan isi pidato Megawati yang menyebut kata "pribumi (Sumber: PDIPerjuangan.ID)
Sama seperti Anies, dalam pidatonya tersebut Megawati menggunakan istilah "rakyat pribumi". Sebab, jika melihat catatan sejarah, memang hanya "rakyat pribumi" yang lebih tepat untuk menyebut satu kelompok masyarakat Indonesia yang paling tertindas pada era penjajahan.
Saat mengucapkan pidatonya yang menyebut "pribumi", Megawati bukanlah pejabat negara sehingga tidak bisa dikenai Inpres No. 26/1998. Isi pidato mantan Presiden Kelima itu pun tidak melanggar UU No. 40/2008 sebab tidak ada unsur diskriminatif yang terkandung dalam isi pidatonya.
Begitu juga istilah "pribumi" yang diucapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sekalipun JK mengucapkan istilah "pribumi" dan membandingkannya dengan Tionghoa.
"Pertama kebijakan tahun 1973, di situ muncul pengusaha-pengusaha pribumi, yang masuk ke devisa, termasuk bapak saya. Dan banyak pengusaha yang senior banyak muncul," ungkap JK usai menutup Kongres Ekonomi Umat (KEU) 2017 di Hotel Sahid, Jakarta, pada 24 April 2017 (Sumber: Detik.com).
"Jadi kenapa kita kekurangan pengusaha dibandingkan Tionghoa? Sederhana sekali karena pengusaha Tionghoa kalau (punya) anak lima, lima-limanya pengusaha. Karena dulu tidak bisa jadi tentara, pegawai pemerintah. Jadi mereka membuka toko, jadi pengusaha," kata dia.
Dan, dalam berbagai kesempatan, JK berulang kali mengucapkan "pribumi". Kendati demikian, karena tidak melanggar satu pun aturan, JK tidak pernah dilaporkan dengan alasan telah melanggar Inpres No. 26/1998 dan UU No. 40/2008.
Lantas, bagaiman dengan Menteri Kelautan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti yang mengeluarkan kebijakan afirmatif yang diarahkan pada program pembangunan konglomerasi pribumi yang selama ini dinilai tertinggal jauh dari pengusaha non-pribumi.
"Sekarang, pemerintah akan menggulirkan program membangun konglomerasi pribumi, membangun perusahaan pribumi, supaya kuat," kata dia dalam keterangan tertulis pada 18 Januari 2017 (Sumber: TEMPO.CO).
Apakah Susi berbuat diskriminatif dengan kebijakannya itu?