Deforestasi politik yang dijalankan dalam nama pembangunan memberikan kontribusi tidak hanya pada kerusakan lingkungan tetapi juga melanggar hak asasi manusia. Sawit menjadi simbol dari konflik ini, di mana keuntungan jangka pendek dianggap lebih berharga dibandingkan dengan keberlanjutan jangka panjang. Alam, yang seharusnya dijaga, kini merintih dalam kesakitan akibat keputusan-keputusan yang tidak adil dan seringkali berorientasi pada kepentingan tertentu.
Kini, tantangan terbesar adalah bagaimana menyelaraskan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan serta menghormati hak-hak suku adat. Situasi yang terjadi saat ini memanggil semua pihak untuk saling berkolaborasi demi masa depan yang lebih baik bagi hutan, suku adat, dan tentu saja, alam yang merintih.