Banyak suku adat, seperti Suku Dayak di Kalimantan atau Suku Mentawai di Sumatra, merasakan dampak langsung dari tindakan korporasi yang didukung oleh pemerintah. Lahan tempat mereka berburu, bercocok tanam, dan beribadah menjadi hilang satu per satu. Alhasil, generasi muda suku adat kehilangan identitas budaya mereka, yang tidak dapat dipisahkan dari alam dan hutan yang mereka huni.
Di sisi lain, pohon-pohon yang ditebang untuk membuka lahan sawit juga memperburuk kondisi alam yang semakin merintih. Proses penggundulan hutan telah menyebabkan tanah longsor, penurunan kualitas tanah, dan pencemaran air. Sebagai contoh, setelah hutan ditebang, tidak ada lagi pepohonan yang menyerap air hujan, sehingga mengakibatkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Hal ini mempengaruhi tidak hanya manusia tetapi juga berbagai spesies hewan yang bergantung pada ekosistem yang seimbang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengupayakan berbagai langkah untuk menanggulangi deforestasi, tetapi tantangan yang dihadapi sangat besar. Konflik antara kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan sering kali membuat upaya tersebut menjadi tidak efektif. Masyarakat dan organisasi non-pemerintah terus berjuang untuk hak-hak suku adat dan kelestarian hutan, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.