Libya, yang dikuasai oleh Muammar Gaddafi selama empat dekade, mengalami kekacauan yang lebih drastis. Protes damai berkepanjangan berujung pada konflik bersenjata ketika Gaddafi menanggapi dengan kekerasan. Dukungan internasional melalui intervensi NATO mempercepat kejatuhan Gaddafi, namun situasi di Libya setelahnya menjadi carut-marut dengan banyaknya faksi bersenjatakan yang berebut kekuasaan.
Berbeda dengan negara-negara lain, Suriah menghadapi konflik yang lebih mengerikan. Gerakan protes awalnya dimulai sebagai gerakan damai untuk meminta reformasi, namun dengan cepat berubah menjadi perang saudara yang berkepanjangan. Pemerintah Presiden Bashar al-Assad mengerahkan kekuatan militer untuk menghancurkan oposisi, yang mengakibatkan ribuan kematian dan pengungsian massal. Hingga kini, Suriah masih terjebak dalam kekacauan dan tragedi kemanusiaan.
Sementara itu, Yaman juga terjerumus dalam konflik yang mematikan. Protes yang dimulai karena ketidakpuasan terhadap Presiden Ali Abdullah Saleh berujung pada konflik multilateral, melibatkan berbagai faksi, termasuk kelompok Houthi yang mendapatkan dukungan Iran. Negara ini saat ini sedang berjuang melawan krisis kemanusiaan yang parah, dengan penyebab utama berasal dari perang saudara yang berkepanjangan.
Imbas dari Arab Spring tidak hanya terasa di kawasan tersebut, tetapi juga di seluruh dunia. Tuntutan akan demokrasi di Timur Tengah mendorong banyak negara secara global untuk memperhatikan situasi politik di kawasan ini. Namun, harapan akan demokrasi yang lebih baik sering kali dibayangi oleh kekerasan dan konflik, mengarah pada "Musim Semi yang Berdarah".