Selain itu, cobalah untuk berempati. Posisikan diri Anda di sepatu mereka. Mengapa mereka memiliki pandangan itu? Apa pengalaman atau keyakinan yang membentuk perspektif mereka? Memahami motivasi di balik argumen mereka akan membantu Anda merespons dengan lebih bijaksana dan mengurangi potensi konflik emosional.
3. Fokus pada Fakta, Data, dan Logika, Bukan Emosi atau Serangan Personal
Argumen yang cerdas dibangun di atas fondasi yang kokoh: fakta, data, dan penalaran logis. Hindari menggunakan emosi yang meluap-luap, asumsi, atau desas-desus sebagai dasar argumen Anda. Jika Anda mengutip data atau penelitian, pastikan sumbernya kredibel dan relevan.
Juga, hindari serangan personal (ad hominem). Menyerang karakter, kecerdasan, atau motif lawan bicara Anda bukanlah argumen; itu adalah serangan. Argumen yang cerdas membahas ide dan proposisi, bukan orangnya. Ketika Anda menyerang secara personal, Anda tidak hanya merusak hubungan, tetapi juga menunjukkan kelemahan dalam argumen Anda sendiri. Jika seseorang mengatakan, "Anda selalu salah," itu bukan argumen valid tentang pokok bahasan. Sebaliknya, fokuslah pada poin yang diperdebatkan: "Data X menunjukkan bahwa pendekatan Y lebih efektif karena Z."
4. Siap untuk Mengubah Pikiran Anda (atau Belajar Sesuatu yang Baru)
Ini adalah tanda kedewasaan intelektual. Berargumen bukan berarti Anda harus selalu benar atau "menang." Justru, argumen cerdas adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Jika selama proses argumen Anda disajikan dengan informasi baru, bukti yang meyakinkan, atau perspektif yang lebih valid, bersiaplah untuk mengakui dan menyesuaikan pandangan Anda.