Sekolah. Ini, yang jadi pusat perhatian pemerintah ataupun pola pikir masyarakat yang memandang bahwa pendidikan formal yang lebih penting. Bisa iya bisa tidak, tergantung buku-buku apa yang kita baca. Jika kita membaca buku-buku dari para pemikir pragmatis bahwa sekolah hari ini sudah menjadi penjara bagi siswanya. Hal itu diasumsikan sebagai bentuk kekecewaan terhadap realitas bahwa sekolah telah menutup ruang kritis siswa. Menurut Paulo Freire, bank education concept telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap perkembangan pemikiran kritis siswa. Berbeda kiranya jika merujuk kepada pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa sekolah sudah seharusnya seperti taman bermain. Anak-anak akan merasakan kegembiraan pendidikan di sekolah jika konsepsi taman bermain diimplementasikan. Tapi bagaimana dengan kondisi hari ini ? saya pikir bisa kita refleksikan dan lihat lebih jauh tentang kondisi pendidikan di sekolah kita hari ini. Karena waktunya terbatas, pendidikan dasar – pendidikan menengah – pendidikan tinggi, sehingga butuh kerja keras untuk menyelesaikannya. Tapi bukan berarti hanya sebatas itu. Keseluruhannya bersinggungan satu sama lain, tak dapat dipisahkan. Menurut prosesnya, pendidikan formal adalah satu kesatuan utuh yang dimantapkan dalam sebuah sistem legal-formal sehingga ada tanggung jawab pemerintah didalamnya.
Masyarakat. Medan akhir di dunia, untuk mengamalkan ilmu-ilmu selama mengalami proses pendidikan. Masyarakat sebagai kesatuan sosial yang didalamnya terdiri dari berbagai elemen. Tentu, muara dari keluarga dan sekolah adalah masyarakat. Namun bukan berarti ketiganya terpisah begitu saja. Dalam rangkaian pengabdian dan juga meningkatkan dedikasi diri, seringkali masyarakat menjadi sasaran untuk implementasi atau pengamalan ilmu-ilmu selama di sekolah. Hal ini sudah lumrah kita temukan, tetapi sedikit kiranya yang mengamalkan secara kontinyu. Konteks pengabdian itu dinodai oleh nilai formalitas dan juga charity semata. Namun, setidaknya sudah memulai meski belum maksimal.