Jika kita mendengar kata “pendidikan” seringkali paradigma yang muncul adalah ruang-ruang kelas, seperangkat bangku-meja, buku-buku, guru, dan anak-anak berseragam yang terangkai dalam satu kesatuan utuh yaitu sekolah. Ya, pendidikan hari ini seringkali dipandang hanya sebatas sekolah. Asumsi ini muncul dikarenakan fokus pemerintah yang cenderung ke arah pendidikan formal. Sehingga menimbulkan efek domino yang berdampak terhadap pemikiran masyarakat umum.
Apakah kawan-kawan sekalian merasakan pendidikan selama hidup ? jika masih berpikiran bahwa pendidikan yang dirasakan adalah “sekolah”, maka sudah saatnya beranjak kepada pemikiran yang lebih holistik. Pendidikan tak sebatas sekolah.
Jika kita merujuk kepada pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan, bahwa pendidikan selama kita hidup ada tiga sentra yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Mungkin bagi beberapa orang hal ini terlihat bosan. Pembahasan di ruang-ruang perkuliahan yang sudah tertutup oleh pikiran-pikiran formalitas. Namun, tidak ada salahnya jika kita mengulang kembali tentang Tri Pusat Pendidikan.
Keluarga. Madrasah pertama dalam kehidupan kita. Percaya atau tidak, banyak kasus-kasus kekerasan pada anak baik di sekolah maupun luar sekolah yang salah satu faktor penyebabnya adalah lingkungan keluarga. Perceraian, KDRT, Meninggalnya salah satu atau kedua orang tua, kurangnya perhatian orang tua kepada anak, dan masalah keluarga lainnya seringkali memengaruhi perkembangan anak sehingga akan berdampak kepada kehidupan di usia selanjutnya. Belum lagi kondisi hari ini westernisasi semakin merebak, era digital dan industri membuat orang tua lebih sibuk dengan urusan pekerjaannya. Sungguh, pendidikan keluarga menjadi starting point manusia untuk memulai hidupnya dalam konteks pendidikan, dan pendidikan keluarga menjadi never ending process.