Pernah merasa lelah seharian setelah bekerja atau sekolah, lalu saat malam tiba, bukannya segera tidur, kita justru asyik menonton serial di layanan streaming, bermain game, atau hanya sekadar menggulirkan layar media sosial? Kita tahu besok pagi akan sulit bangun, tapi keinginan untuk menikmati "waktu luang" seolah tak terbendung. Fenomena ini memiliki istilahnya sendiri: Revenge Bedtime Procrastination. Ini adalah perilaku menunda waktu tidur demi mendapatkan kembali kendali atas waktu luang yang terasa hilang di siang hari.
Mencari Kendali Atas Waktu yang Hilang
Istilah ini pertama kali populer di Tiongkok dengan frasa "bàofùxìng áoyè" yang secara harfiah berarti "balas dendam begadang". Konsep dasarnya berakar dari perasaan frustrasi dan stres. Bagi banyak orang, terutama yang memiliki jadwal padat dan tuntutan tinggi dari pekerjaan atau studi, siang hari terasa sepenuhnya diisi oleh kewajiban. Waktu dari bangun hingga tidur malam seolah bukan milik diri sendiri. Tidak ada kesempatan untuk bersantai, mengejar hobi, atau sekadar melakukan hal-hal yang disukai.
Saat malam tiba dan semua kewajiban selesai, muncul dorongan kuat untuk "membalas dendam" atas waktu yang hilang. Waktu sebelum tidur dianggap sebagai satu-satunya kesempatan untuk melakukan sesuatu yang benar-benar diinginkan, bahkan jika itu berarti mengorbankan waktu istirahat yang sangat dibutuhkan. Ini adalah cara otak untuk mencoba mendapatkan kembali otonomi dan kendali yang terasa hilang sepanjang hari. Perilaku ini bukan tentang malas tidur, melainkan sebuah respons psikologis terhadap kurangnya keseimbangan hidup-kerja.
Ciri-ciri dan Siklus yang Sulit Dihindari
Seseorang yang mengalami Revenge Bedtime Procrastination biasanya menunjukkan beberapa ciri khas. Pertama, mereka sadar betul bahwa begadang akan berdampak buruk pada kesehatan dan performa mereka keesokan harinya, namun tetap melakukannya. Ada konflik internal yang kuat antara keinginan untuk tidur dan keinginan untuk bersenang-senang. Kedua, mereka cenderung menunda waktu tidur tanpa alasan eksternal yang kuat, seperti tugas mendadak atau pekerjaan lembur. Ketiga, mereka biasanya melakukan aktivitas yang tidak produktif dan berfokus pada hiburan semata, seperti menonton film maraton, bermain game online, atau menggulirkan media sosial hingga larut.