Pengamat sosial dan keagamaan, Anwar Abbas, memberikan tanggapan yang positif terhadap wacana ini. Menurutnya, dengan sekolah libur selama Ramadan, dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih memahami esensi bulan suci dan fokus beribadah. Ia menegaskan bahwa libur sekolah selama 1 bulan bukan berarti siswa tidak belajar, karena pendidikan dapat tetap berlangsung secara daring.
Sebelum ini, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, anak-anak sekolah di Indonesia pernah menikmati libur sekolah selama satu bulan penuh saat Ramadan. Kebijakan ini diterapkan pada tahun 1999, setelah Gus Dur dilantik sebagai Presiden ke-4 menggantikan BJ Habibie. Tujuannya adalah memberikan kesempatan bagi siswa Muslim untuk lebih fokus menjalankan ibadah dan memperdalam ajaran Islam selama bulan suci. Selama masa libur tersebut, sekolah-sekolah juga diimbau untuk menggelar pesantren kilat, yang diisi dengan berbagai kegiatan keagamaan seperti tadarus Al-Qur'an, ceramah, dan praktik ibadah.
Dari beberapa sudut pandang, terlihat bahwa wacana libur sekolah selama Ramadan 2025 menimbulkan beragam respons dari masyarakat. Artinya, perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam terkait keberadaan wacana ini agar kebijakan yang diambil dapat memenuhi kepentingan semua pihak dengan baik. Proses pemikiran dan pengambilan kebijakan perlu melibatkan berbagai aspek, baik itu dari segi pendidikan, keagamaan, maupun kesejahteraan siswa dan guru.
Hal ini menunjukkan perlunya komunikasi dan sosialisasi yang efektif kepada masyarakat terkait tujuan dan manfaat dari kebijakan ini jika nantinya akan diterapkan. Selain itu, pembelajaran daring atau online juga dapat menjadi alternatif yang bijak dalam menjamin kelangsungan proses pendidikan selama libur sekolah, terutama saat bulan Ramadan yang suci. Dengan demikian, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi menyeluruh terkait dampak dari kebijakan ini terhadap siswa, guru, dan proses pendidikan scara keseluruhan.