Tampang.com | Rancangan revisi Undang-Undang Penyiaran yang saat ini dibahas di DPR memicu polemik luas. Sejumlah pasal dalam draf revisi dinilai berpotensi membungkam kritik, membatasi kebebasan pers, serta mengekang kreativitas konten di ruang digital. Apakah Indonesia sedang melangkah mundur dalam hal demokrasi dan kebebasan berekspresi?
Pasal yang Memicu Kontroversi
Salah satu pasal yang paling disorot adalah larangan penayangan eksklusif jurnalisme investigatif dan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi konten media daring seperti YouTube, podcast, dan siaran live streaming. Padahal, konten digital saat ini menjadi ruang alternatif bagi suara-suara yang tidak terakomodasi media arus utama.
“Kalau KPI diberi wewenang terlalu besar untuk menyensor konten digital, maka kebebasan berekspresi akan terancam,” kata Abdul Manan, mantan Ketua AJI Indonesia. Ia menilai revisi ini sebagai bentuk pengawasan yang berlebihan dan dapat menjadi alat pembungkaman.
Dampak pada Pers dan Konten Kreatif
Jurnalisme investigatif adalah tulang punggung demokrasi karena mampu mengungkap korupsi, pelanggaran HAM, hingga penyimpangan kekuasaan. Jika penayangannya dibatasi, maka publik kehilangan hak atas informasi yang faktual dan mendalam.