Jika dikulik satu per satu, berikut komponen penghasilan Ade Armando sebagai anggota dewan komisaris:
1. Honorarium Bulanan: Rp106.920.000
Ini adalah penghasilan pokok yang dibayarkan rutin setiap bulan.
2. Tunjangan Transportasi Bulanan: Rp21.384.000
Diberikan sebagai kompensasi transportasi, meskipun biasanya banyak kegiatan rapat dilakukan secara daring.
3. Tunjangan Komunikasi Bulanan: Rp1.000.000
Tunjangan yang diperuntukkan biaya pulsa dan internet.
4. Tunjangan Hari Raya (THR): Rp106.920.000
Diberikan setahun sekali dengan nominal sama seperti honorarium bulanan.
5. Tantiem Tahunan: Rp393.096.375 – Rp673.879.500
Ini adalah insentif berbasis kinerja yang bisa meningkat sesuai hasil kerja perseroan.
Jika semua komponen diakumulasikan, total penghasilan tahunan Ade bisa melebihi Rp2 miliar. Angka itu belum termasuk berbagai fasilitas tambahan seperti perlindungan asuransi purnajabatan, layanan kesehatan bagi komisaris dan keluarga inti, serta bantuan lain yang bersifat non-tunai.
Tak heran, kabar pengangkatan Ade langsung menarik perhatian warganet. Ada yang menyoroti kompetensi, ada pula yang fokus pada nominal gaji yang tak sedikit, apalagi bila dibandingkan dengan rata-rata penghasilan masyarakat kebanyakan.
Jabatan Strategis di Tengah Sorotan Publik
Sebagai perusahaan strategis yang mengelola pembangkit listrik di seluruh Indonesia, PLN Nusantara Power memiliki beban tanggung jawab yang sangat besar. Dewan komisaris pun memegang fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan, termasuk memastikan target kinerja tercapai sesuai arahan pemegang saham.
Publik pun kini menanti kontribusi nyata Ade Armando dalam perannya yang baru. Selama ini, ia dikenal lantang menyuarakan berbagai isu demokrasi, kebebasan berekspresi, hingga kebijakan publik yang pro-rakyat. Penempatan tokoh dengan latar belakang akademis dan pengamat politik di kursi komisaris tentu menjadi pertaruhan besar: apakah ia hanya “mengisi jabatan”, atau benar-benar akan membawa terobosan perbaikan tata kelola?