Pada kuartal pertama tahun 2025, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat pencapaian signifikan dari sektor kepabeanan dan cukai. Hingga akhir Maret, penerimaan negara dari sektor ini telah mencapai angka Rp301,6 triliun, mencerminkan sedikit peningkatan dari capaian tahun sebelumnya yang berada di kisaran Rp300,2 triliun. Namun di balik catatan positif tersebut, terdapat tren yang mulai menjadi sorotan: melemahnya penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT).
Rincian Penerimaan Negara dari Kepabeanan dan Cukai
Penerimaan negara yang berhasil dihimpun DJBC sepanjang kuartal pertama 2025 terdiri dari tiga komponen utama, yakni:
-
Cukai: Rp57,4 triliun
-
Bea masuk: Rp11,3 triliun
-
Bea keluar: Rp8,8 triliun
Dari ketiganya, cukai masih menjadi penyumbang terbesar. Namun, performa sektor ini — khususnya dari hasil tembakau — mulai memperlihatkan perlambatan.
Penyebab Penurunan Penerimaan dari Rokok
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, penurunan penerimaan cukai hasil tembakau disebabkan oleh menurunnya produksi rokok nasional, terutama dari golongan 1 yang dikenakan tarif tertinggi.
Sepanjang kuartal pertama 2025, penerimaan dari cukai hasil tembakau tercatat sebesar Rp55,7 triliun. Untuk produksi rokok golongan 1, jumlah batang yang diproduksi mengalami penurunan drastis hingga 10,9%, yaitu menjadi sekitar 34,7 miliar batang. Produksi secara keseluruhan turun 4,2% dibandingkan kuartal pertama tahun lalu.
Penurunan produksi ini berkaitan erat dengan tingginya tarif cukai. Pemerintah sendiri telah menerapkan kebijakan kenaikan tarif CHT secara bertahap dalam beberapa tahun terakhir.