Pertama, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya peningkatan jumlah pengangguran yang mencapai 80 ribu orang, yang berarti jumlah ini menunjukkan adanya aktifitas PHK. Dikatakan bahwa definisi pengangguran menurut BPS adalah individu yang hanya bekerja kurang dari satu jam dalam seminggu.
Kedua, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) serta BPJS Ketenagakerjaan melaporkan bahwa sekitar 73 ribu orang telah mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) pada periode yang sama. Penting untuk dicatat bahwa syarat pencairan JHT adalah status PHK. Apindo juga memberikan estimasi bahwa hingga akhir 2025, angka PHK bisa mencapai 250 ribu orang, yang sangat mengkhawatirkan bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia.
Ketiga, Said menggambarkan situasi dengan mengutip informasi dari BPJS Ketenagakerjaan, di mana sekitar 52 ribu orang telah menerima Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam rentang waktu yang sama. Ia menambahkan bahwa syarat untuk menerima JKP adalah menjadi korban PHK selama bulan-bulan tersebut.
"Ketidaksesuaian data yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan sangat mengecewakan. Ada kesan upaya untuk menutupi kenyataan di lapangan," cetus Said Iqbal. Dia mencetuskan kebutuhan untuk membentuk Satgas Nasional PHK, yang akan berfungsi sebagai badan tunggal yang dapat memberikan data yang valid mengenai permasalahan perselisihan tenaga kerja, penyebabnya, serta solusi yang diperlukan untuk memperbaiki nasib ribuan pekerja.
Sebagai langkah protes terhadap PHK yang massif dan ketidakakuratan data pemerintah, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan KSP-PB telah merencanakan aksi akbar di seluruh Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 2025, mereka akan menyelenggarakan demonstrasi besar-besaran secara serentak di 300 kabupaten dan kota, yang dipusatkan di Jakarta, di depan Gedung DPR RI dan Istana Negara.