Ribuan masyarakat membanjiri keraton untuk merayakan Lampah Budaya Mubeng Beteng, suatu tradisi yang menandai Tahun Baru Jawa 1 Sura Dal 1959 dan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah. Acara yang digelar pada hari Jumat dini hari, tepatnya tanggal 27 Juni, ini mengajak para warga untuk berjalan mengelilingi Beteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sejak pukul 21.00 WIB pada malam sebelumnya, Kamis, 26 Juni, ribuan peserta, bersama para abdi dalem keraton, berkumpul di sekitar Bangsal Ponconiti Keben untuk memulai serangkaian ritual yang mendalam ini. Tradisi ini dimulai dengan pembacaan tembang macapat yang berisi doa dan pujian, dipimpin oleh K.M.T. Projosuwasono, salah seorang abdi dalem keraton.
Menjelang tengah malam, tepatnya pada pukul 00.00 WIB, peserta acara mulai melangkah, seiring dengan bunyi lonceng keraton yang berdentang 12 kali. Rombongan ini kemudian berjalan kaki mengelilingi Beteng Keraton atau Beteng Baluwarti dengan jarak sekitar 5 kilometer. Kegiatan ini, menurut K.M.T. Projosuwasono, merupakan bentuk laku prihatin yang bertujuan agar masyarakat dapat berdoa serta bersyukur atas tahun yang telah berlalu sambil berharap keselamatan dan keberkahan untuk tahun mendatang.
Lampah Budaya Mubeng Beteng bukanlah sebuah agenda resmi dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, melainkan merupakan kegiatan budaya yang dikelola sepenuhnya oleh abdi dalem keraton. Selama berjalan, peserta diminta untuk menjaga nuansa khidmat dengan menerima tantangan "tapa bisu," yang berarti tidak berbicara. Projosuwasono menjelaskan bahwa meski tidak berbicara, tidak berarti mereka tidak berdoa. Sebaliknya, mereka diajak untuk melakukan doa dalam hati selama perjalanan.