Prinsip kedua adalah partisipatif. Rini menegaskan bahwa Reformasi Birokrasi tidak boleh hanya dipahami atau dilaksanakan oleh segelintir orang di pucuk pimpinan. Sebaliknya, RB harus dipandang sebagai sebuah gerakan bersama yang melibatkan seluruh unsur, baik internal Kemenag maupun eksternal, termasuk masyarakat sebagai penerima layanan. Partisipasi aktif dari semua pihak akan memastikan keberhasilan implementasi RB secara menyeluruh.
Prinsip Ketiga dan Keempat: Menghargai Keberagaman dan Berkelanjutan
Selain dua prinsip sebelumnya, Rini juga menambahkan bahwa pelaksanaan Reformasi Birokrasi harus menghargai keberagaman yang ada di Indonesia, mengingat Kemenag melayani berbagai umat beragama. Prinsip keempat adalah berkelanjutan, yang berarti upaya RB tidak boleh berhenti di tengah jalan, melainkan harus terus menerus dievaluasi dan ditingkatkan dari waktu ke waktu untuk mencapai hasil yang optimal dan lestari.
Apresiasi untuk Kinerja RB Kemenag yang Unggul
Pada kesempatan yang sama, Menteri Rini juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Kemenag atas kinerja Reformasi Birokrasi mereka yang konsisten. Kemenag berhasil meraih nilai indeks RB yang lebih tinggi dari rata-rata kementerian atau lembaga (K/L) lainnya. “Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kemenag karena selalu mendapatkan nilai RB di atas-rata-rata K/L yang lain. Tren tata kelola atau penilaian dari RB Kemenag cenderung selalu meningkat,” jelasnya, mengakui dedikasi Kemenag.
Komitmen Digitalisasi Tata Kelola Kemenag
Di sisi lain, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar, yang turut hadir, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan beberapa program strategis untuk mendukung program prioritas presiden, salah satunya adalah melalui digitalisasi tata kelola. Nasaruddin menyadari betul bahwa ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan publik terus meningkat, sehingga perubahan dalam tata kelola birokrasi di bawah naungannya menjadi sebuah keharusan.