Di sisi lain, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di pabrik-pabrik nasional, terutama industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih terus berlanjut. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat bahwa sejak awal tahun 2024, sudah ada 15.114 orang pekerja di pabrik TPT nasional yang terkena PHK. Data tersebut baru mencakup pekerja yang tergabung dalam KSPN. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan bahwa per September 2024, total korban PHK tahun ini sudah mencapai 52.993 tenaga kerja.
Di tengah perkembangan tersebut, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono mengungkapkan fakta di balik lemahnya manufaktur nasional. Dalam Seminar Nasional - Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi yang disiarkan di kanal YouTube INDEF, Edy menyampaikan bahwa sektor industri nasional mengalami gejala deindustrialisasi. Bahkan, deindustrialisasi dini telah terjadi sejak tahun 2001.
Selama 10 tahun pemerintahan, pertumbuhan industri manufaktur selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi sehingga kontribusinya terus menurun hingga pada tahun 2023 hanya sebesar 18,67%. Edy menyoroti bahwa PMI Manufaktur selalu berada di zona kontraktif, di bawah 50, yang menandakan adanya masalah di sektor industri. Proses transformasi dari industri ke sektor jasa terjadi ketika industri belum mencapai tingkat kematangan. Sehingga, industri menjadi tidak kompetitif, sementara sektor jasa berkembang namun tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, sehingga hal ini menjadi tantangan tersendiri.