Dampak dari krisis ini tidak hanya menyentuh aspek demografi, tetapi juga berimbas langsung pada masa depan ekonomi Jepang. Dengan jumlah generasi muda yang menyusut, Jepang menghadapi tantangan serius dalam menjaga produktivitas tenaga kerja, pembiayaan sistem pensiun, serta layanan sosial di masa depan. Negara ini juga menghadapi risiko menurunnya daya saing global akibat kekurangan tenaga kerja muda yang inovatif.
Fenomena ini bahkan mendapat perhatian global. Jepang kini menjadi contoh ekstrem dari apa yang disebut sebagai “resesi seks” — kondisi ketika angka kelahiran sangat rendah sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial. Negara-negara lain dengan masalah serupa seperti Korea Selatan, Italia, dan China mulai mempelajari langkah-langkah Jepang untuk mengantisipasi kemungkinan krisis yang sama.
Namun, jika tidak ada tindakan drastis dan perubahan besar dalam waktu dekat, proyeksi tahun 2720 tersebut mungkin bukan hanya peringatan, melainkan kenyataan yang menanti di ujung sejarah Jepang. Jam konseptual karya Yoshida telah menyuarakan alarm keras — dan kini, pertanyaannya adalah: apakah masyarakat dan pemerintah Jepang siap menjawabnya?