Beralih kepada kategori yang lebih parah, kualitas udara bisa dinyatakan "sangat tidak sehat" ketika indeks PM2.5 berkisar antara 200 hingga 299. Pada tingkat ini, kesehatan populasi yang terpapar bisa terancam akibat paparan terus menerus. Di puncak kategori adalah "berbahaya", di mana nilai AQI mencapai antara 300 hingga 500, yang artinya dapat berbahaya bagi kesehatan secara serius bagi setiap segmen populasi.
Dalam perbandingan global, Jakarta bukanlah satu-satunya yang menghadapi masalah ini. Kota terburuk di dunia saat ini adalah Kinshasa, Kongo, dengan indeks kualitas udara mencapai 181, diikuti oleh Delhi, India dengan angka 160. Meskipun menangani polusi udara menjadi tantangan, upaya untuk memperbaiki situasi ini pun mulai dilakukan.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan akan mengambil contoh dari kota-kota besar internasional seperti Paris dan Bangkok dalam menanggulangi masalah polusi udara. Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengungkapkan pentingnya menambah stasiun pemantau kualitas udara. Saat ini, Jakarta memiliki 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), naik signifikan dari sebelumnya yang hanya berjumlah lima. Target ke depan adalah untuk meningkatkan jumlah ini untuk memungkinkan intervensi yang lebih responsif dan tepat.