Namun, respons itu justru memicu kritik tajam dari warga dan sejumlah aktivis kemanusiaan. Mereka menilai pendekatan formal yang berbelit hanya menunda bantuan yang sangat dibutuhkan. Terlebih jumlah rumah rusak dan nyawa yang terdampak semakin menunjukkan urgensi realisasi hunian saat ini. Laporan terbaru BNPB menyebutkan, ribuan rumah rusak di Aceh dan wilayah Sumatera lainnya, sementara ratusan bahkan telah mengungsi tanpa perlindungan layak. CNA
Korban Banjir di Aceh dan Sumatera Masih Terlantar
Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh serta sejumlah wilayah di Sumatera Utara dan Barat telah menyebabkan lebih dari seribu orang tewas, ratusan lainnya masih hilang, dan ratusan ribu warga mengungsi tanpa rumah. Pemerintah pusat sendiri tengah menyiapkan skema bantuan sosial, termasuk tunjangan harian dan program hunian tetap, yang akan dibangun setelah tahap huntara selesai. Namun bagi warga Aceh Tamiang, janji besar itu terasa jauh dari kenyataan. CNA
Di tengah polemik soal lokoasi huntara, beberapa warga memilih kembali tinggal di rumah yang rusak berat karena tidak tahan lagi tinggal di tenda atau rumah keluarga lain. “Setiap hari kami berdoa badai tidak datang lagi, karena kita tidak tahu mau lari ke mana,” kata seorang ibu dengan mata berkaca-kaca.
Pilihan yang Terbatas bagi Korban
Dalam kesempatan penjelasannya, Abdul Muhari menyebut dua opsi yang tersedia bagi masyarakat terdampak: tinggal di huntara yang akan dibangun jika lahan disetujui, atau menetap sementara di rumah sanak keluarga. Bagi yang memilih opsi kedua, pemerintah memberikan bantuan berupa dana tunggu hunian sebesar Rp600 ribu per keluarga per bulan, sampai hunian permanen siap dibangun. Liputan6