Tampang

Euforia Berujung Pidana: Dilema Penanganan Suporter Perusak GBLA

1 Jun 2025 10:18 wib. 31
0 0
Situasi kerusakan lapangan Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) usai Bobotoh melakukan invasi di momen penyerahan piala juara Liga 1 2024-2025 kepada Persib Bandung. (Foto Istimewa)
Sumber foto: Google

Albert Cohen (1955) mengembangkan teori subkultur, di mana kelompok budaya kecil memiliki nilai-nilai tertentu yang mungkin bertentangan dengan budaya dominan. Suporter sepak bola adalah contoh nyata kelompok budaya kecil ini, dengan nilai-nilai yang terkadang dianggap "menyimpang" oleh masyarakat umum—seperti berboncengan tiga tanpa helm atau menaiki atap kendaraan. Bagi suporter, tindakan ini mungkin dianggap biasa, bahkan GBLA mungkin dianggap sebagai "rumah" mereka sendiri. Selain itu, perilaku suporter luar negeri juga sedikit banyak memengaruhi suporter dalam negeri.

Secara prosedural, Pasal 406 KUHP maupun Pasal 170 KUHP adalah delik aduan, yang berarti pelapor seharusnya adalah pemilik barang yang merasa dirugikan. Dalam kasus GBLA, stadion tersebut adalah milik Pemerintah Kota Bandung dan dikelola oleh PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB). Pertanyaan krusialnya adalah, atas dasar laporan siapa polisi menangkap kedua suporter tersebut? Apakah Pemkot Bandung atau PT PBB telah membuat laporan resmi? Mengingat Gubernur Jawa Barat bukanlah pihak yang berhak melaporkan perusakan GBLA hanya berdasarkan unggahan Instagram, pihak penyidik perlu berhati-hati agar langkah hukum yang diambil tidak cacat secara prosedural, yang bisa berujung pada gugatan praperadilan.

Meskipun perusakan fasilitas umum oleh suporter tidak dapat dibenarkan, perlu dipertimbangkan apakah pemidanaan penjara adalah solusi terbaik. Pemenjaraan dapat berisiko membuat pelaku kejahatan "pemula" terpapar nilai-nilai kriminal dari "kriminal karier" yang ada di penjara. Selain itu, ada juga isu anggaran yang diperlukan untuk pemidanaan.

Sebagai alternatif, restorative justice bisa menjadi solusi yang lebih konstruktif. Hal ini bisa berupa penggantian kerugian yang telah mereka lakukan. Jika proses di kepolisian gagal, Kejaksaan Negeri Kota Bandung dapat mempertimbangkan penyelesaian perkara melalui restorative justice sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung No 15 tahun 2020, mengingat tindak pidana yang terjadi tidak menyangkut nyawa.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?