Tampang.com | Perang dagang kembali mengemuka setelah kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan Amerika Serikat (AS). Situasi ini diperkirakan akan berdampak negatif terhadap perdagangan Indonesia, yang mungkin akan menghadapi tantangan baru dalam pasar global.
Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan bahwa fokus Trump saat ini adalah negara-negara dengan tingkat perdagangan tinggi, seperti China, Kanada, dan Meksiko. Namun, meskipun demikian, Eko mengindikasikan bahwa Trump kemungkinan akan mulai mencari negara-negara berkembang yang mengalami surplus neraca perdagangan untuk diterapkan tarif. “Satu per satu, Trump kemungkinan besar akan melirik negara-negara dengan surplus perdagangan yang nyata. Indonesia sendiri memiliki catatan surplus dengan Amerika,” ujar Eko saat Diskusi Indef pada 6 Februari 2024.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa selama tahun 2024, Indonesia memperoleh surplus perdagangan terbesar dari AS, dengan total mencapai US$ 16.842,1 juta. Nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai US$ 28.311,7 juta, sementara impornya hanya sekitar US$ 9.469,6 juta. Barang-barang yang menyumbang surplus terbesar adalah mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian, serta alas kaki. Dengan demikian, langkah proteksionis dari AS dapat berpotensi mengganggu kestabilan ekonomi Indonesia.